Jumat, 22 Juli 2016

Kumpulan Teks Puisi



PUISI WAJIB PUTRA :

PADAMU JUA
Karya Amir Hamzah

Habis kikis
Segala cintaku hilang terbang
Pulang kembali aku padamu
Seperti dahulu

Kaulah kendi kemerlap
Pelita jendela di malam gelap
Melambai pulang perlahan
Sabar, setia, selalu

Satu kasihku
Aku manusia
Rindu rasa
Rindu rupa

Di mana engkau
Rupa tiada
Suara sayup
Hanya kata
Merangkai hati

Engkau cemburu
Engkau ganas
Mangsa aku dalam cakarmu
Bertukar tangkap dengan lepas

Nanar aku, gila sasar
Sayang berulang padamu jua
Engkau pelik menarik ingin
Serupa darah dibalik tirai

Kasihku sunyi
Menunggu seorang diri
Lalu waktu—bukan giliranku
Mati hari—bukan kawanku
***


PUISI WAJIB  PUTRI

ELEGI
Karya Toeti Heraty

kau gelisah sayang, katakan itu cinta 
tampaknya malam akan menyingkirkan awan 
tetapi pucuk-pucuk mendung 
memercikkan getar

pohon tegak-tegak
rumput semak dan riuh kota telah lelap 
bersembunyi dalam satu nada sunyi 
menunggu adalah pembunuhan lambat 
yang sedang berlalu
dan semangat hidup hilang melewati 
lobang-lobang dalam kelam

kau gelisah sayang, katakan itu cinta 
kau membuang muka tak mau melihat 
bulan dilingkari sepi

sepi dan detak jantung dua-duanya menjadi 
degup lambat dan semakin berat 
menunggu taufan selesai.

April, 1969
*** 


PUISI PILIHAN PUTRA & PUTRI


TERATAI
(Ki Hajar Dewantoro)
Karya Sanusi Pane

Dalam kebun di tanah airku 
tumbuh sekuntum teratai
tersembunyi kembang indah permai 
tiada terlihat orang yang lalu


akarnya tumbuh di hati dunia 
daun berseri, laksmi mengarang 
biarpun dia diabaikan orang
seroja kembang gemilang mulia

teruslah, o, teratai bahagia 
berseri di kebun indonesia
biarkan sedikit penjaga taman

biarpun engkau tak terlihat 
biarpun engkau tidak diminat
engkau turut menjaga jaman.

1957
***



KEPADA PEMINTA-MINTA

Karya Chairil Anwar

Baik, baik, aku akan menghadap Dia 
Menyerahkan diri dan segala dosa 
Tapi jangan tentang lagi aku
Nanti darahku jadi beku

Jangan lagi kau bercerita 
Sudah tercacar semua di muka 
Nanah meleleh dari wajah 
Sambil berjalan kau usap juga

Bersuara tiap kau melangkah 
Mengerang tiap kau memandang 
Menetes dari suasana kau datang 
Sembarang kau merebah

Mengganggu dalam mimpiku 
Menghempas aku di bumi keras 
Di bibirku terasa pedas 
Mengaum di telingaku

Baik, baik, aku akan menghadap Dia 
Menyerahkan diri dan segala dosa 
Tapi jangan tentang lagi aku
Nanti darahku jadi beku
***


SAJAK MATAHARI


Karya WS Rendra



Matahari bangkit dari sanubariku, 
menyentuh permukaan samodra raya. 
Matahari keluar dari mulutku, 
menjadi pelangi di cakrawala.



Wajahmu keluar dari jidatku, 
wahai kamu, wanita miskin! 
kakimu terbenam di dalam lumpur.


Kamu harapkan beras seperempat gantang, 
dan di tengah sawah tuan tanah menanammu!



Satu juta lelaki gundul keluar dari hutan belantara, tubuh mereka terbalut lumpur dan kepala mereka berkilatan



memantulkan cahaya matahari.



Mata mereka menyala tubuh mereka menjadi bara dan mereka membakar dunia. Matahari adalah cakra jingga



yang dilepas tangan Sang Krishna. Ia menjadi rahmat dan kutukanmu, ya, umat manusia!



Yogyakarta, 5 Maret 1976
***



KEMBALIKAN INDONESIA PADAKU

Karya Taufiq Ismail

Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga, 
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,
sebagian berwarna putih dan sebagian hitam,
 yang menyala bergantian,
Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam 
dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam 
karena seratus juta penduduknya,

Kembalikan 
Indonesia 
padaku

Hari depan Indonesia adalah satu juta orang main pingpong siang malam 
dengan bola telur angsa di bawah sinar lampu 15 wat,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang pelan-pelan tenggelam 
lantaran berat bebannya kemudian angsa-angsa berenang di atasnya, 
Hari depan Indonesia adalah dua ratus juta mulut yang menganga, 
dan di dalam mulut itu ada bola-bola lampu 15 wat,
sebagian putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,
Hari depan Indonesia adalah angsa-angsa putih yang berenang-renang 
sambil main pingpong di atas pulau Jawa yang tenggelam
dan membawa seratus juta bola lampu 15 wat ke dasar lautan,

Kembalikan 
Indonesia 
padaku

Hari depan Indonesia adalah pertandingan pingpong siang malam 
dengan bola yang bentuknya seperti telur angsa,
Hari depan Indonesia adalah pulau Jawa yang tenggelam 
karena seratus juta penduduknya,
Hari depan Indonesia adalah bola-bola lampu 15 wat,
sebagian berwarna putih dan sebagian hitam, yang menyala bergantian,

Kembalikan 
Indonesia 
padaku

Paris, 1971
***



DALAM DOAKU
Karya Sapardi Djoko Damono



dalam doaku subuh ini kau menjelma langit, yang semalaman tak 
memejamkan mata, yang meluas bening siap menerima cahaya 
pertama, yang melengkung hening karena akan menerima sara-suara



ketika matahari mengambang tenang di atas kepala, dalam doaku kau 
menjelma pucuk-pucuk cemara, yang hijau senantiasa, yang tak 
henti-hentinya mengajukan pertanyaan muskil kepada angin
 yang mendesau entah dari mana



dalam doaku sore ini kau menjelma seekor burung gereja yang 
mengibas-ngibaskan bulunya dalam gerimis, yang hinggap 
di ranting dan menggugurkan bulu-bulu bunga jambu, 
yang tiba-tiba gelisah dan terbang lalu hinggap di dahan 
mangga itu



maghrib ini dalam doaku kau menjelma angin yang turun sangat 
pelahan dari nun di sana, yang bersijingkat di jalan kecil 
itu, menyusup di celah-celah jendela dan pintu dan

menyentuh-nyentuhkan pipi dan bibirnya pada rambut, 
dahi dan bulu-bulu mataku…


aku mencintaimu. itu sebabnya aku takkan pernah selesai 
mendoakan keselamatanmu.


Jakarta, 1990
***




TANAH AIR MATA

Karya Sutardji Calzoum Bachri


Tanah airmata tanah tumpah dukaku 
mata air airmata kami
airmata tanah air kami

di sinilah kami berdiri 
menyanyikan airmata kami

di balik gembur subur tanahmu 
kami simpan perih kami
di balik etalase megah gedung-gedungmu 
kami coba sembunyikan derita kami

kami coba simpan nestapa 
kami coba kuburkan duka lara 
tapi perih tak bisa sembunyi 
ia merebak kemana-mana

bumi memang tak sebatas pandang 
dan udara luas menunggu
namun kalian takkan bisa menyingkir 
ke manapun melangkah
kalian pijak airmata kami 
ke manapun terbang
kalian hinggap di air mata kami 
ke manapun berlayar
kalian arungi airmata kami

kalian sudah terkepung 
takkan bisa mengelak 
takkan bisa ke mana pergi 
menyerahlah pada kedalaman 
air mata kami

1991
***




RESONANSI INDONESIA
Karya Ahmadun Yosi Herfanda

bahagia saat kau kirim rindu 
termanis dari lembut hatimu
 jarak yang memisahkan kita
laut yang mengasuh hidup nakhoda 
pulau-pulau yang menumbuhkan kita 
permata zamrud di katulistiwa
:  kau dan aku
berjuta tubuh satu jiwa

kau semaikan benih-benih kasih 
tertanam dari manis cintamu 
tumbuh subur di ladang tropika
pohon pun berbuah apel dan semangka 
kita petik bersama bagi rasa bersaudara
:  kau dan aku
berjuta kata satu jiwa

kau dan aku
siapakah kau dan aku?
jawa, tionghoa, batak, arab, dayak
melayu, sunda, madura, ambon, atau papua? 
ah, tanya itu tak penting lagi bagi kita
:  kau dan aku
berjuta wajah satu jiwa

ya, apalah artinya jarak pemisah kita 
apalah artinya rahim ibu yang berbeda? 
jiwaku dan jiwamu, jiwa kita
tulus menyatu dalam genggaman 
sumpah pemuda!

Jakarta, 1999
*** 



LE NAUSEE
Karya Acep Zamzam Nor

Jejak bulan telah hapus 
Bumi tinggal rawa peradaban
Kata-kata menjadi belantara nilai 
Tak terbaca. Bencana demi bencana 
Bahkan pertikaian antar sesama
Telah membunuh bahasa. Sungai-sungai 
Yang mengalirkan lumpur dan lahar 
Sumbernya berasal dari kemarahan

Tahun-tahun lindap, abad-abad gelap 
Mengekalkan kesumat. Langit merendah 
Berkaca pada lembaran sejarah
Yang penuh darah. Harimau dan ular 
Mengaum dan menjalar
Tak tertahan. Naik-turun gunung 
Keluar-masuk hutan
Merambah dunia tanpa peta

1983
***

PERJAMUAN MAGRIB
Karya Syaefuddin Gani

istriku. azan magrib mengulum matamu 
alismu rebah terbangun
rambutmu yang magrib lelap di leherku 
kunikmati ranumnya seperti menyuntuki batu-batu 
tasbih merah di luar kamar
bercengkerama di keningmu
matamu terbuka seumpama fajar terluka

bilal mengundang ke perjamuan magrib 
menyantap sumsum alfatiha dan anggur arrahman

suamiku. bangunlah dari bebatan istirah 
syair bilal mengelana di dadamu
penyetia yang tak lekang mengirim hubbub 
matamu berkabut surau
menyambut temaram isya segera datang, 
satu-satu bintang bertandang di luar,

jemaah melenggang ke taman sembahyang 
sebelum iqamah datang sebelum kiamat jelang

sepasang suami istri membuka kamar membuka pagar 
kaki-kakinya larik-larik puisi hikmat dan nikmat
ke terowongan magrib jemaah bersorban 
berkerudung langit mengerubung kiblat, 
lalu imam berkidung

oi, alangkah mawar allahu akbar 
penawar jiwa-jiwa memar rubuh dan rukuk
dalam geluruh sembahyang

Kendari, 12 Agustus 2008
***

GENERASI BATU
Karya Aslan Abidin

hujan batu kembali turun di kota kami. 
memecahkan kaca jendela, menghancurkan 
bola lampu, dan mengotori bak mandi.

orang-orang menyambutnya dengan
memasang kecemasan di pintu. hujan batu selalu turun 
di kota kami, membawa orang-orang berwajah
hijau yang membunyikan sirene kebakaran. mengubah 
angin jadi debu, membuat air mengalirkan darah.

di kota kami, rasa benci
dapat kami pesan di kantin-kantin, di laci
meja para pegawai, dan di kantong para pejabat. kami 
telah memecahkan cermin di meja rias kami
untuk melongok ke dalamnya mencari-cari 
wajah sendiri. tapi hujan batu selalu turun di 
kota kami.

kami memasang atap yang dibuat para tentara, 
di bawahnya kami sembunyi, pacaran, menikah, 
dan bercinta. kelak anak-anak kami akan punya 
kenangan tersendiri kepada kami:
para generasi jaman batu.

Makassar, 1995
***
 
 

3 komentar:

  1. Ini puisi2 yang harus ditampilin pas lomba baca puisi ? Gak bisa bebas yah kalo ikut lomba baca puisi ?

    BalasHapus
  2. Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.

    BalasHapus
  3. Dear Ayumi,

    Selama ini memang untuk tangkai lomba baca puisi, baik di PEKSIMIDA maupun PEKSIMINAS, tema dan materi puisinya ditentukan oleh panitia. Kalau Anda mau bebas, silakan ikuti lomba penulisan puisi. Di situ, meskipun tema ditentukan, Anda tetap bisa menghasilkan karya puisi Anda sendiri.

    Terima kasih.

    BalasHapus